Galery Puisi di Rumahsunyiku

By
Advertisement

Mata di Kampungku

Pernah suatu senja, aku menziarahi
Peristiwa melumut pada setiap depa tanah
Di kampungku

Selalu ada mata
Memata-mata
Menabung kata pada ingatan
Ketika padanya, lidahku mengiya

Setelah bersetubuh dengan kota, aku pulang
Dan mata itu, adalah aroma tanah yang muram
Tak lagi menajam, menagih ingatan

Oh, mata di kampungku?
Lakon apa yang mesti aku tayangkan
Sementara, kata telah begitu renta
Dan zaman lebat beruban

Oh, mata di kampungku?
Tidakkah kau sedikit saja
Meminjami telinga?

Aku masih memilih nada
Biar kopokmu meleleh
Dan aku, masih menimbang ulang lensa
Biar matamu melihat
Vonis waktu yang berbeda
: itu saja!

Dibaca kembali Januari 2013

Meski

Meski purba
Matamu rapi menabung sangsi
Lidahku bergumul bisu
Begitu gagu
Kalimatmu merupa pedang
Menguliti kata hingga belulang

Meski renta
Kupingmu tajam
Menyimak waktu kadaluwarsa
Saat beberapa lakon tak terhidang

Meski menua
Jemarimu tetap tegap
Melafalinya dengan iba
Pada langit telanjang
Dan mengemasinya
Setelah hujan menetas di matamu
: selalu

Dibaca kembali Januari 2013

Mimpi Yang Tercuri

Mestinya kau punguti
Senja yang karam menusuk pinus
Sebelum maghrib menyudahi
Dan gelap mengeram bumi

Engkau tahu,
Malam-malamku adalah sunyi mendendam
Pada bulan telanjang dada
Serta kata terbata-bata

Telah ku habiskan tinta
Demi rindu membatu
Ketika langit begitu angkuh
Bagai mimpi yang tercuri

Dibaca kembali Januari 2013

Duh Gusti

Di ufuk maghrib
Kunang-kunang menyiar kabar
Tentang bulan tak bertuan
Tentang bintang yang tertikam

Duh Gusti
Malam siapakah ini?
Menari-nari di atas luka bumi

Duh Gusti
Tak lagi tersisa
Sumpah serapah tertumpah
Pada bibir bunga yang ku lumat-lumat

Duh Gusti
Biar ku kemasi saja
Tangan-tangan tegadah
Serta jari-jari mengiba
Sebab
Langit telah begitu tuli
Bagi doa yang ku panjati
Dibaca kembali Januari 2013


Melati dan Debu

Kekasih
Malam ini matamu adalah
Langit yang mengeram awan

Segeralah menetas hujan
Luluri tanah dengan tangisan
Biar tersapu
Kepura-puraan
Yang membisul di hidungmu

Aku lebih suka memuja
Debu yang mengotori kamboja
Ketimbang aroma melati
Yang mewangi di dadamu

Pada debu
Aku bersuci diri
Dari lumatan hujan yang kau tetaskan

Pada melati
Aku ingin mengganti aroma dadamu
Dengan wangi kamboja
Dan aroma debu
Dibaca kembali Januari 2013


Rumah Persinggahan

Di rumah persinggahan
Kau tumbuhi niat
Pada tanah-taah pencabut nafas

Di rumah persinggahan
Kau pelihara doa
Yang menetas dari maghrib senja

Di rumah persinggahan
Kau balut bibirmu dengan
Doa murahan
Yang kau curi dari malam mengerang

Di rumah persinggahan
Kau keramasi mayatku
Dengan luka yang melegam
Dibaca kembali Januari 2013





2 comments:

  1. Wicch bagus gan saya suka puisi yang seperti ini,,
    kata-katanya mantab dah..

    ReplyDelete
  2. @Rajawali Asiahanya serpihan huruf-huruf yang aku susun menjadi serupa makna yang bermuara dari kesunyian, mas bor?

    ReplyDelete