Selalu Saja Aku Adalah Sunyi
Yang Jatuh Dari Matamu
Selalau saja aku adalah sunyi yang jatuh dari matamu. Seperti ombak
yang mati ketika karang mengerang. Selaksa pasir yang letih berdesir sebelum doa
yang kau bungkus dengan kulitmu lenyap ditelan angin.
Jalan ini tak lagi jujur. Tak lagi mujur.
Kepada apa mesti aku berterus terang. Perihal lalu lalang jejak yang ku
simpan di sepanjang jalan. Hidup terlanjur berwajah angkuh. Dan musim tak lagi lazim
bergulir di ceruk matamu. Kau berkata; aku percaya pada daun-daun yang setia
meranggas pada waktunya. Juga matahari yang sudi berganti dengan bulan
telanjang. Atau hujan yang kerap menetas di jantungku sebelum musim berganti.
Lantas, kenapa selalu saja aku adalah sunyi yang jatuh dari matamu?
Purwokerto, 11 Januari 2013
Mengemasi Nasib
Seperti yang ku bilang sebelum kita berciuman dulu, waktu tak pernah
jujur bercerita. Tentang alamat hujan yang pernah kita tanyakan kepadanya. Seperti
yang kita bilang sebelum kau memagut bibirku, timur dan barat tak lagi setia. Tak
lagi serupa belati bermata dua.
Mari kita kemasi saja. Dengan kain putih atau kerudung hitam sebelum
kau melumat mataku. Sebujur nasib yang tak bernama. Selaksa buih yang letih
menari di pasir putih. Lalu kita gali tanah sedalam akar. Agar ia mekar menjadi
daun yang setia menabung luka. Kemudian mari sama-sama berdoa; “Requiem Aeternam Deo”
Purwokerto, menjelang 11 Januari 2013
apik tenan puisine kang :)
ReplyDeleteeh ini puisi juga toh? ane kira prosa krna bentuknya datar kyk cerita komen back y
ReplyDeletejempol
ReplyDelete@bebas merdeka“Requiem Aeternam Deo”
ReplyDeletemakin dalem postingannya.
ReplyDeletepesona bahasanya membuat aku hanyut dalam irama syair yang sungguh syahdu.
ReplyDeletepesan yang sangat dalam maknanya. pergeseran waktu memang sering dimaknai beda tapi pesan rumahsunyiku "Dan musim tak lagi lazim bergulir" adalah tantangan untuk kita semua. kita harus berjuang dan bisa berbuat baik
hahahah bang kau ternyata paling suka buat puisi post modern ya, hahah kata temen kaya kalo orang post mod itu puisinya prosaik2 gini
ReplyDeletemantab,selamat deh bro...
ReplyDelete@Reo Adammasa sih kang? Biasa aja kali..hehe
ReplyDelete@Vicio rizkyya begitulah sob? anggap saja ini puisi..
ReplyDelete@MizTiasedalam hatiku yang tengah galau...
ReplyDelete@Abdul Haris Mubaraktrims sob? apapun bentuk karya tulis, jika sudah dilempar ke ruang publik, itu adalah bebas ditafsirkan. bahkan undang-undang sekalipun. salam:)
ReplyDelete@munir rinemapa iya sob? saya kira karya tulis itu tidak tersekat oleh waktu atau zaman, meski hanya sebagai tanda. dan, saya setuju kalau posmodern itu adalah proyek aufklarung yang telah gagal total...salam:)
ReplyDelete@henky hermonoTrims mas? Ente juga hebat...
ReplyDeletesuka bikin sajak gini to
ReplyDelete@tujuh bungaiya mbak? mungkin sajak mungkin juga bukan. heheee...
ReplyDelete