Episode Menangisi Sunyi

By
Advertisement

Selalu Saja Aku Adalah Sunyi Yang Jatuh Dari Matamu

Selalau saja aku adalah sunyi yang jatuh dari matamu. Seperti ombak yang mati ketika karang mengerang. Selaksa pasir yang letih berdesir sebelum doa yang kau bungkus dengan kulitmu lenyap ditelan angin.

Jalan ini tak lagi jujur. Tak lagi mujur.

Kepada apa mesti aku berterus terang. Perihal lalu lalang jejak yang ku simpan di sepanjang jalan. Hidup terlanjur berwajah angkuh. Dan musim tak lagi lazim bergulir di ceruk matamu. Kau berkata; aku percaya pada daun-daun yang setia meranggas pada waktunya. Juga matahari yang sudi berganti dengan bulan telanjang. Atau hujan yang kerap menetas di jantungku sebelum musim berganti.

Lantas, kenapa selalu saja aku adalah sunyi yang jatuh dari matamu?

Purwokerto, 11 Januari 2013


Mengemasi Nasib

Seperti yang ku bilang sebelum kita berciuman dulu, waktu tak pernah jujur bercerita. Tentang alamat hujan yang pernah kita tanyakan kepadanya. Seperti yang kita bilang sebelum kau memagut bibirku, timur dan barat tak lagi setia. Tak lagi serupa belati bermata dua.

Mari kita kemasi saja. Dengan kain putih atau kerudung hitam sebelum kau melumat mataku. Sebujur nasib yang tak bernama. Selaksa buih yang letih menari di pasir putih. Lalu kita gali tanah sedalam akar. Agar ia mekar menjadi daun yang setia menabung luka. Kemudian mari sama-sama berdoa; “Requiem Aeternam Deo”    
  
Purwokerto, menjelang 11 Januari 2013

16 comments:

  1. eh ini puisi juga toh? ane kira prosa krna bentuknya datar kyk cerita komen back y

    ReplyDelete
  2. pesona bahasanya membuat aku hanyut dalam irama syair yang sungguh syahdu.

    pesan yang sangat dalam maknanya. pergeseran waktu memang sering dimaknai beda tapi pesan rumahsunyiku "Dan musim tak lagi lazim bergulir" adalah tantangan untuk kita semua. kita harus berjuang dan bisa berbuat baik

    ReplyDelete
  3. hahahah bang kau ternyata paling suka buat puisi post modern ya, hahah kata temen kaya kalo orang post mod itu puisinya prosaik2 gini

    ReplyDelete
  4. @Reo Adammasa sih kang? Biasa aja kali..hehe

    ReplyDelete
  5. @Vicio rizkyya begitulah sob? anggap saja ini puisi..

    ReplyDelete
  6. @MizTiasedalam hatiku yang tengah galau...

    ReplyDelete
  7. @Abdul Haris Mubaraktrims sob? apapun bentuk karya tulis, jika sudah dilempar ke ruang publik, itu adalah bebas ditafsirkan. bahkan undang-undang sekalipun. salam:)

    ReplyDelete
  8. @munir rinemapa iya sob? saya kira karya tulis itu tidak tersekat oleh waktu atau zaman, meski hanya sebagai tanda. dan, saya setuju kalau posmodern itu adalah proyek aufklarung yang telah gagal total...salam:)

    ReplyDelete
  9. @tujuh bungaiya mbak? mungkin sajak mungkin juga bukan. heheee...

    ReplyDelete